A. PENDAHULUAN 1. Pengantar Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Ray Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya dari Edwin Ray Guthrie aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran. Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti, yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991). 2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: a. Untuk menambah wawasan penulis dan peserta diskusi mengenai tori belajar Behavioristik menurut pandangan tokoh aliran Behavioristik Edwin Ray Guthrie dengan satu hukum belajarnya, yaitu Law of Contiguity (hukum kontiguitas). b. Untuk memenuhi salah satu syarat perkuliahan pada mata kuliah Teori Belajar dan pembelajaran yang akan disampaikan pada sesi diskusi. 3. Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut: a. Penulis memahami lebih mendalam mengenai teori belajar Behavioristik menurut pandangan tokoh aliran Behavioristik Edwin Ray Guthrie. b. Sebagai bahan rujukan bagi peserta diskusi dalam mengajukan berbagai macam pertanyaan mengenai teori belajar menurut Edwin Ray Guthrie. c. Sebagai insan pendidik bisa memanfaatkan teori belajar dan pembelajaran dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. B. PEMBAHASAN 1. Riwayat Edwin Ray Guthrie Edwin Ray Guthrie lahir pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959. Guthrie adalah filosof, matematikawan dan psikolog behavior. Guthrie menerima gelar sarjana dalam bidang matematika dan gelar master dari bidang filsafat dari Universitas Pennsylvania tahun 1912, beliau pernah mengajar di SMA dan ditawari posisi sebagai professor filsafat di Universitas Washington tahun 1914. Pada tahun 1919 beliau berpindah dari filsafat ke psikologi dan kemudian menjadi dekan pascasarjana departemen psikologi tahun 1943. Serta ditunjuk dan diangkat sebagai presiden Asosiasi Psikologi Amerika tahun 1945. Edwin Ray Guthrie mempunyai banyak karya, yang terkenal adalah Psicology Of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada tahun 1952. Gaya tulisannya mudah diikuti, penuh humor, dan menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya. Tidak ada istilah teknis atau persamaan matematika, dan Guthrie sangat yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasannya dan dalam hal ini mirip dengan Thorndike dan skinner. Guthrie sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun dia jelas punya pandangan dan orientasi eksperimental. Bersama Horton, Guthrie hanya melakukan satu percobaan yang terkait dengan teori belajaranya. Guthrie jelas adalah seorang behavioris. Dia bahkan menganggap teoretisi seperti Thorndike, Skinner, Hull, Pavlov, dan Watson masih sangat subjektif dan dengan menerapkan hukum parsimony secara hati-hati akan dimungkinkan untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan satu prinsip, satu prinsip ini adalah hukum asosiasi Aristoteles, sehingga alasan inilah ditempatkannya teori behavioristik Guthrie dalam paradigma asosiasionistik. 2. Konsep Teoritis Utama a. Satu Hukum Belajar Sebagian besar teori belajar dapat dianggap sebagai usaha untuk menentukan kaidah yang mengatur terjadinya asosiasi antara stimuli dan respons. Satu hukum belajar yang diusulkan oleh Guthrie adalah Law of Contiguity (hukum kontiguitas), yang dinyatakan sebagai berikut: “Kombinasi stimuli yang mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Jadi, jika pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga. Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan. Dalam publikasi terakhirnya sebelum meninggal Guthrie (1959) merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “Apa-apa yang dilihat akan menjadi sinyal untuk apa-apa yang dilakukan”. Ini adalah cara Guthrie mengakui begitu banyaknya jumlah stimuli yang dihadapi organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme akan merespons secara selektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons. Disini terlihat ada kemiripan antara pemikiran Guthrie dengan konsep Thorndike tentang “prapotensi elemen”, yang juga menyatakan bahwa organisme merespons secara selektif terhadap aspek-aspek lingkungan yang berbeda-beda. Tidak ada yang baru dalam hukum kontiguitas sebagai prinsip belajar. Hukum belajar berakar dari hukum asosiasi Aristoteles. Namun Guthrie menjadikan hukum kontiguitas sebagai dasar dari teori belajarnya yang unik. b. Belajar Satu Percobaan Hukum lain dari asosiasi Aristoteles adala hukum frekuensi, yang menyatakan bahwa kekuatan asosiasi akan tergantung pada frekuensi kejadiannya. Jika hukum frekuensi dimodifikasi untuk merujuk pada asosiasi antara respons yang menimbulkan “keadaan yang memuaskan” dengan kondisi pemicu yang mendahuluin respons, Thorndike, Skinner, dan Hull akan menerimanya. Semakin sering suatu respons dikuatkan dalam situasi tertentu akan semakin besar kemungkinan respons itu akan dilakukan saat situasi itu terjadi lagi. Namun prinsip one-trial learning (belajar satu percobaan) dari Guthrie (1942) menolak hukum frekuensi sebagai prinsip belajar :”Suatu pola stimulus mendapatkan kekuatan asosiatif penuh pada saat pertama kali dipasangkan dengan suatu respons”. Jadi menurut Guthrie, belajar adalah hasil dari kontiguitas antara satu pola stimulasi dengan satu respons, dan belajar akan lengkap (asosiasi penuh) hanya setelah penyandingan antara stimuli dan respons. c. Prinsip Kebaruan Prinsip kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan recency principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa respons yang dilakukan terakhir kali di hadapan seperangkat stimuli adalah respons yang akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi lagi di waktu lain. Dengan kata lain, apa pun yang kita lakukan terakhir kali dalam situasi tertentu akan cenderung kita lakukan lagi jika situasi itu kita jumpai lagi. d. Stimuli yang Dihasilkan Oleh Gerakan Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan. Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Jika kita mendengar suara dan menengok kearah suara itu, misalnya, maka otot, tendon dan sendi bergabung membentuk stimuli yang berbeda dari stimuli eksternal yang menyebabkan kita menoleh. Fakta penting tentang stimuli yang disebabkan oleh gerakan ini adalah bahwa respon dapat dikondisikan ke stimuli semacam itu. Yakni, stetelah satu respons dipicu oleh stimuli eksternal, tubuh itu sendiri menghasilkan stimulus untuk respons selanjutnya dan respons itu melengkapi stimulus untuk respons selanjutnya, dan seterusnya. Jadi, interval antara kejadian suatu stimulus eksternal dengan respons akhirnya diisi oleh stimuli yang dihasilkan oleh gerakan. Guthrie (1953) memberi contoh bagaimana dia mempercayai fungsi stimuli yang dihasilkan oleh gerakan, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon. Satu gerakan diikuti oleh gerakan lainnya, lalu diikuti gerakan ketiga, keempat dan seterusnya. Gerakan kita membentuk sederetan kebiasaan yang sering dan sama. Versi sederhana dari situasi ini dideskripsikan dalam contoh Guthrie yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut : Pendapat Guthrie bahwa respons bisa menghadirkan stimuli untuk respons selanjutnya menjadi sangat populer dikalangan teoretisi belajar dan masih dipakai dalam penjelasan mengenai proses berantai. Dimana penjelasan berantai oleh Guthrie lebih menekankan pada stimuli eksternal. e. Mengapa Praktik Latihan Meningkatkan Performa Untuk menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan antara act (tindakan) dengan movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tidakan biasanya didefinisikan dalam term apa-apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi, melempar bola, membaca buku, atau menjual mobil. Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi objek itu. Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan. Seperti Guthrie dan Thorndike percaya bahwa pendidikan formal seharusnya menyerupai situasi nyata semirip mungkin. Dengan kata lain guru meminta siswanya untuk melakukan atau mempelajari hal-hal yang kelak akan mereka lakukan saat mereka lulus nanti. Guthrie mendukung program magang atau monitoring dan mendorong progam pertukaran pelajar untuk memperluas pengalaman pelajar. Sebagaimana satu tindakan terdiri dari beberapa gerakan, satu keahlian juga terdiri dari beberapa tindakan. Guthrie (1942) mengatakan, “Belajar biasanya terjadi dalam satu episode asosiatif. Dibutuhkan banyak latihan dan banyak repetisi untuk mendapatkan keterampilan tertentu, sebab keterampilan membutuhkan banyak gerakan spesifik yang harus dikaitkan dengan berbagai situasi stimulus yang berbeda-beda. Keterampilan atau keahlian bukan kebiasaan sederhana, tetapi sekumpulan besar kebiasaan yang menghasilkan sesuatu prestasi tertentu dalam berbagai macam situasi”. Ringkasnya, suatu keterampilan terdiri dari banyak tindakan, dan tindakan terdiri dari banyak gerakan. Hubungan antara satu perangkat stimuli dengan gerakan dipelajari secara lengkap dalam satu kali percobaan, namun proses belajar ini tidak melahirkan kemahiran dalam menjalankan suatu keahlian atau keterampilan. Tetapi dibutuhkan waktu dan latihan agar asosiasi yang dibutuhkan bisa terwujud. f. Sifat Penguatan Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya. Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton (1946) mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut. g. Eksperimen Guthrie-Horton Guthrie dan Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar delapan ratus kali tidak melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing yang kemudian observasi ini dilaporan dalam sebuah buku yang berjudul Cats In a Puzzle Box. Kotak yang mereka pakai sama dengan yang dipakai Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton menggunakan banyak kucing sebagai subyek percobaan, akan tetapi mereka melihat kucing keluar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda. Dari percobaan diatas respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak. Karena respon ini cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ia dinamakan stereotyped behavior (perilaku strereotip). Misalnya, kucing A akan menekan tuas dengan pantatnya, kucing B dengan kepalanya, atau kucing C dengan cakarnya. Guthrie mengatakan bahwa dalam masing-masing kasus, terbukanya pintu kotak merupakan perubahan yang mendadak dalam kondisi yang menstimulasi. Dengan mengubah kondisi yang menstimulasi, respons menggerakkan tuas dengan pantat, misalnya, tidak akan dilupakan. Hal terakhir yang dilakukan hewan sebelum pintu terbuka adalah mendorong tuas dengan pantat, dan karena ia mendorong dengan pantat itulah kondisi yang menstimulasi berubah. Jadi berdasarkan hukum kebaruan, ketika kita menempatkan hewan itu lagi ke kotak di waktu lain, hewan itu akan merespons dengan mendorong tuas dengan pantatnya, dan inilah yang dilihat oleh Guthrie dan Horton dalam percobaannya. Catatan gambar perilaku kucing ini ditunjukkan di Gambar 1.1 Gambar 1.1 Catatan gambar serangkaian respons salah satu kucing Guthrie untuk membebaskan diri. Gambar ini diambil secara otomatis ketika kucing menggerakkan tuas. Perhatikan bahwa kucing cenderung menggerakkan tuas kearah yang sama disetiap percobaan. (Dari Cats in a Puzzle Box, h. 53-55, oleh E.R. Guthrie & G.P.Horton, 1946, New York : Holt, Rinehart & Winston. Dimuat dengan izin) Guhtrie dan Horton mengamati bahwa seringkali hewan, setelah bebas dari kotak akan mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu mengabaikan obyek yang disebut penguatan tersebut, kucing dapat keluar dari kotak dengan lancar ketika diwaktu yang lain ia dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie memperkuat pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah terjadinya unlearning. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respons yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya mempertahankan respons di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya. h. Lupa Menurut Guthrie Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru. Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A). Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi. | 3. Cara Memutus Kebiasaan Kebiasaan dalam teori Guthrie ini didefinisikan sebagai sebuah respon yang diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus. Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respons, semakin kuat kebiasaan. Untuk menghentikan kebiasaan yang inappropriate (tidak sesuai) maka kebiasaan itu perlu diputus. Untuk itu, perlu memutus pula hubungan antara asosiasi dengan 'cues' yang memunculkan stimuli (rangsangan) dan respons. Ada tiga metode yang ditawarkan oleh Gutrhrie untuk memutuskan kebiasaan yaitu metode ambang pintu (threshold methode), metode yang kaku (fatigue methode), dan metode respons tandingan (incompatable respons methode). Ringkasan Tiga Metode memutus kebiasaan : Metode Karakteristik Contoh Metode Ambang (threshold method) 1. Mengenalkan stimuli dengan kekuatan yang lemah. Secara perlahan meningkatkan kekuatan stimuli, tetapi menjaganya dibawah respons batas minimal. Memasang pelana kudayang belum pernah diberi pelana di punggungnya dan kita berusaha meletakkan pelana ke punggungnya, kuda itu biasanya kan menendang-nendang dan lari, kuda tersebut akan melakukan apa saja untuk mencegah kita memasang pelana di punggungnya. Dengan metode ambang dapat dilakukan dengan cara, dengan tidak langsung meletakkan pelana, mulai dengan selimut yang ringan, kemudian selimut yang lebih berat, baru kemudian pelana kuda. Metode Kelelahan (fatigue method) " mengeluarkan " semua respons dalam menghadirkan stimuli. Cara penjinakan kuda, dimana pelana dilempar ke punggunggya, penunggang menaikinya, dan berusaha mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah. Kuda ditunggangi sampai ia lelah dan menyebabkannya tidak tidak melawan lagi. Metode Respons yang Tidak Kompatibel (incompatable respons methode) Memasangkan stimulus (S1) yang menyebabkan perilaku tidak sesuai (inapropiate) dengan stimulus (S2) yang memunculkan respons-respons yang sesuai (apropiate), perilaku yang sesuai diasosiasikan dengan stimulus (S2). Seorang anak mendapat hadiah boneka panda, reaksi pertamanya adalah takut dan menghindar. Sebaliknya, ibu si anak itu memberi rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan metode respons yang tidak kompatibel, dengan memasangkan ibu dan boneka panda diharapkan ibu akan menjadi stimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi. Setelah reaksi relaksasi muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu dapat dihadirkan sendirian, dan akan muncul relaksasi dalam diri anak. a. Membelokkan Kebiasaan Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan. Membelokkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan sejumlah besar pola perilaku tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan situasi itu. Guthrie menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang memberi anda kesegaran baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan lingkungan baru itu. Pergi kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah stimuli internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimuli itu ke lingkungan yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik atau mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang sebelumnya di kaitkan dengannya. b. Hukuman Menurut Guthrie Hukuman berlaku efektif apabila di terapkan di kondisi yang tepat misalnya pada saat tanda-tanda perilaku (respon) yang negative (tidak di inginkan) muncul. Efektifitas hukuman hendaknya di dasari oleh alasan bahwa hukuman tersebut diberlakukan agar individu mampu menemukan atau melakukan respon yang benar atas respon stimuli yang diberikan. Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli yang sama. Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Terdapat empat prinsip yang perlu diperhatikan dalam hal dukungan (punishment) yakni : 1) Hukuman bukan berupa suatu yang menyakitkan akan tetapi suatu yang mendorong organisme atau melakukan sesuatu. 2) Hukuman tersebut harus menyebabkan atau mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan perilaku terhukum. 3) Hukuman harus diterapkan dengan adanya stimuli yang diperoleh dari perilaku terhukum. 4) Jika kondisi pertama, kedua dan ketiga tidak dijumpai maka hukuman tidak akan berlaku efektif atau bahkan mungkin memperkuat respon yang tidak di inginkan. Jadi, ketika hukuman menjadi efektif, hal ini mengakibatkan organisme melakukan hal-hal lain selain dari hal yang dihukum, meskipun stimuli yang diperoleh perilaku yang dihukum tetap ada. Tentu saja respon ini mengakibatkan asosiasi baru (hubungan baru) dan ketika stimuli-stimuli itu muncul lagi di waktu yang lain, mereka cenderung akan menimbulkan respon yang bisa diterima. c. Dorongan Menurut Guthrie Drives (dorongan) fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie dikatakan maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah. Disini Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan atau gelisah. Dalam kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang menjadi maintaining stimuli. Jika dalam situasi ini, orang ini minum satu atau dua gelas, ketegangannya atau kegelisahannya berkurang. Menurut Guthrie, hasil ini memantapkan hubungan antara kegelisahan dengan minum. Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap kegelisahan akan menimbulkan dorongan untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai situasi dan berubah menjadi kecanduan. d. Niat Menurut Guthrie Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang). Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, masuk restoran, memesan makanan dan seterusnya. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan), namun Guthrie menganggap itu juga bisa dijelaskan dengan hukum kontiguitas. e. Transfer Training Gutrhrie dalam hal ini tidak terlalu mengharapkan adanya transfer taining. Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas. Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari. Semua proses belajar, entah itu pada manusia atau nonmanusia, ada dalam hukum kontiguitas dan prinsip-prinsip yang terkait dengannya. Tidak ada referensi ke kejadian kesadaran dalam teori Guthrie, dan juga tidak perhatian pada nilai survival dari perilaku yang dipelajari. Menurut Guthrie, respons yang keliru bisa dipelajari semudah mempelajari respons yang benar, dan akusisi keduanya dijelaskan dengan hukum belajar yang sama. 4. Formalisasi Teori Guthrie Oleh Voeks Dalam pernyataan ulang Voeks atas teori Guthrie ada 4 postulat dasar, 8 definisi dan 8 teorema. Postulat itu berusaha meringkaskan banyak prinsip belajar umum dari Guthrie, sedang definisinya berusaha menjelaskan beberapa konsep Guthriean (seperti stimulus, petunjukn, respon dan belajar), teoremanya adalah deduksi dari postulat dan definisi yang dapat di uji secara eksperimental. Voeks menguji sejumlah deduksi dan menemukan sejumlah bukti yang mendukung teorti Guthrie. Sebagaian besar formalisasi Voeks atas teori Guthrie dan riset yang dihasilkannya, terlalu komplek untuk dipaparkan disini. Tetapi 4 postulat Voeks sudah cukup meringkaskan dan menjadi contoh dari formalisasi dari teori Guthrie yng dilakukannya. a. Postulat I : Prinsiple of association, (a) setiap pola stimulus yang pernah mengirimi satu respon, dan atau muncul lebih awal setelah detik atau kurang, akan menjadi petunjuk langsung yang kuat untuk respon itu. (b) ini adalah salah satunya cara di mana pola stimulus yang bukan petunjuk untuk respon tertentu menjadi petunjuk langsung untuk respon itu (Voeks, 1950, h.342). b. Postulat II : Prinsiple of Postremity, (a) suatu stimulus yang mengiringi atau mendahului dua atau lebih respon yang tidak kompatibel adalah stimulus yang dikondisikan hanya untuk respon terakhir yang diberi saat stimulus itu masih ada. (b) ini adalah satu-satunya cara dimana stimulus yang merupakan petunjuk untuk respon tertentu kini tidak lagi menjadi petunjuk bagi respon itu (Voeks, 1950, h.344). c. Postulat III : Prinsiple of Response Probability : Probabilitas dari kejadian respon tertentu pada waktu tertentu merupakan suatu fungsi dari proporsi kehadiran stimuli yang adalah petunjuk bagi respon pada waktu itu. (Voeks, 1950, h.348). d. Postulah IV : Prinsiple of Dynamic Situations. Pola stimulus dari suatu situasi tidaklah statis tetapi dimodifikasi dari waktu kewaktu karena ada perubahan dari respon yang diberikan subjek, akumulasi kelelahan, perubahan reaksi dan proses internal lainnya didalam subjek, serta karena hadirnya variasi terkontrol dan tak terkontrol dalam stimuli yang ada saat itu (Voeks,1950, h.350). Teori belajar Guthrie adalah teori yang memberi basis untuk model matematika untuk teori belajar awal dan masih tetap berada di jantung dari sebagian besar teori belajar modern. 5. Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu. Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas). Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru : a. Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain , apakah stimuli yang ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar. b. Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimuli yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran. c. Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi munculnya perilaku distruptif. 6. Evaluasi Teori Guthrie a. Kontribusi Guthrie adalah unik dalam penegasannya bahwa belajar berasal dari kontinguitas antara stimuli dan respon dan kontiguitas saja. Bahkan pengulas teori belajar awal (Mueller & Schoenfeld,1954) menunjukkan pendekatan kontinguitas Guthrie yang sederhana dapat menjelaskan semua fenomena dasar yang di analisis oleh Skinner atau Hull. Teori Guthrie amat menarik banyak ilmuwan karena teorinya dapat menyelaskan proses belajar, penyelapan dan generelisasi, dengan analisis sederhana sedangkan teori lain menjelaskan hal-hal tersebut dengan cara yang lebih rumit. Selain itu perluasan teori ini keaplikasi praktis bersifat langsung dan dijelaskan oleh Guthrie dengan cara yang menyenangkan dan penuh contoh bukan dengan rumusan-rumusan terapi yang kering. Meskipun Teori Guthrie tidak memunculkan banyak riset dan kontroversi sebagaimana teori skinner dan Hull, namun teorinya menyediakan penjelasan alternatif yang penting mengenai belajar. Selain itu teorinya berfungsi sebagai pengingat bahwa suatu teori tidak harus sangat ruwet untuk menjelaskan perilaku yang kompleks. Seperti kita lihat pada Bab selajutnya William K Estes mampu menyusun teori yang berbeda yang berpengaruh hingga 1990an dengan menggunakan unsur-unsur dasar pandangan Guthrie. b. Kritik Ada daya tarik substansial didalam pandangan yang dapat menjelaskan belajar penghindaran, belajar imbalan, penyelapan dan lupa dengan prinsip yang sama. Tetapi, kemudahan penjelasan inilah yang menyebabkan para ilmuwan merasa tidak nyaman terhadap pandangan Guthrie. Berdasarkan pendapat Popper yang prihatin dengan teori-teori yang tampaknya dapat menjelaskan segala sesuatu, kita mencatat bahwa ada situasi dimana ada situasi dimana pendapat Guthrie menjadi ambigu dan terlalu pengampangkan penjelasan terlalu banyak fenomena (Mueller & Schoenfeld,1954). Mueller & Schoenfeld (1954) juga menunjukkan bahwa meskipun Guthrie mengkritik metodelogi ekperimental yang buruk dan bahasa yang ambigu didalam teori lain, namun dia tidak menetapkan standar ini ke dalam teorinya sendiri. Eksperimen (Guthrie & Horrton) yang disajikan dalam bukti teori, adalah contoh yang dikritik Mueller & Schoenfeld. Moore & Stuttard (1979) menunjukkan bahwa, seperti keluarga kucing lainnya termasuk kucing peliharaan, kucing dalam eksperimen Guthie dan horrton melakukan perilaku mengosok dan mengendus yang bersifat naluriah dan biasanya dilakukan saat kucing menyambut kucing lain yang dikenalinya atau manusia yang dikenalinya mereka mengamati bahwa kucing menunjukkan perilaku stereotip yang konsisten seperti yang dilaporkan oleh Horton dan Guthrie (1946) bahkan ketika tindakan mengosok-gosokan badanya ketuas tidak menghasilkan penguatan dan perubahan dalam kondisi stimuli apapun. C. KESIMPULAN Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of contiguity). Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu. D. DAFTAR RUJUKAN B.R Hergenhahn & Mattew H. Olson. 2008. Theories of Learning, Edisi Ketujuh. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction: Teory dan Aplikasi Edisi keenam. Jakarta: KencanaPrenada Media Group Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology:Theory and Practice. Sixth Edition. Boston. Allyn and bacon. |
Selasa, 14 Juni 2016
Minggu, 12 Juni 2016
MAKALAH
PENELITIAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
“Teknik Analisis Data”
Oleh:
FADILA ULFA 15155005
ADRIZAL 15155014
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Suparno, M.Pd
JURUSAN TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2016 M/1437H
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Teknik Analisis Data” ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga penulis berterima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. Suparno, M.Pd, selaku dosen mata kuliah “Penelitian
Teknologi Pembelajaran” yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai“Teknik
Analisis Data” Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan penulis buat
dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada yang sempurna tampa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat
diapahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun
ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun yang membacanya. Sebelumnya
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata yang kurang berkenan
dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.
Padang, Mei2016
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................. ii
A.
PENDAHULUAN
.................................................................................. 1
B.
PEMBAHASAN...................................................................................... 1
1. Posisi dan Jumlah Analisis Data..................................................... 1
2. Analisis Data Kuantitatif................................................................. 5
a. Statitstik Deskriptif dan
Inferensial........................................... 6
b. Statistik Parametris dan
Nonparametris................................... 6
c. Pertimbangan Memilih Statistik
Untuk Uji Hipotesis ............. 7
d. Statistik Deskriptif....................................................................... 8
e. Statistik Untuk Pengujian Hipotesis........................................... 12
3. ............................................................................................................
4. ............................................................................................................
5. ............................................................................................................
6. ............................................................................................................
7. ............................................................................................................
8. ............................................................................................................
9. ............................................................................................................
10. ............................................................................................................
11.
C.
PENUTUP...............................................................................................
D.
DAFTAR
RUJUKAN............................................................................
ii
|
A. PENDAHULUAN
Penelitian
merupakan kegiatan yang terencana untuk mencari jawaban yang obyektif atas
permasalahan manusia melalui prosedur ilmiah. Untuk itu didalam suatu
penelitian dibutuhkan suatu proses analisis data yang berguna untuk
menganalisis data-data yang telah terkumpul. Data yang sudah
terkumpul namun belum dianalisis merupakan data mentah. Dalam kegiatan
penelitian, data mentah akan memberi arti bila dianalisis dan ditafsirkan.
Sehingga analisis data sangat memegang peranan penting dalam penelitian. Data yang yang
dapat dikumpulkan banyak sekali
seperti catatan di lapangan,
gambar, foto, dokumen, laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.
Analisis data merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan
kemampuan dan pemahaman tertentu untuk dapat menyelesaikannya. Melakukan analisis
adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya
kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi.Tidak ada cara tertentu yang
dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari
sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitinya. Bahan yang sama
bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.
B. PEMBAHASAN
1. Posisi
dan Jumlah Analisis Data
Kegiatan analisis data penelitian dilakukan
setelah pengumpulan data selesai. Jumlah kegiatan analisis data akan tergantung
kepada level penelitian, jenis dan jumlah rumusan masalah, serta jumlah rumusan
hipotesis.
a. Teknik
analisis data pada penelitian dan pengembangan level 1
Penelitian dan pengembangan level 1 adalah penelitian
dan pengembangan dimana penelitia melakukan penelitian untuk mengetahui potensi
dan masalah yang ada pada suatu objek, melakukan penelitian untuk merancang
produk dan melakukan penelitian untuk menguji rancangan produk tersebut secara
internal.
Desain
Teruji
|
Potensi dan Masalah
|
Studi Literaratur
|
Pengumpulan Informasi
|
Desain Produk
|
Validasi Desain
|
Analisis Data 1
|
Analisis Data 2
|
Analisis Data 3
|
Analisis pada tahap pertama dilakukan pada
saat peneliti melakukan penelitian untuk menggali potensi dan masalah yang ada
pada objek yang diteliti. Analisis tahap kedua adalah analisis data berdasarkan
penelitian yang digunakan untuk mengetahui produk apa yang perlu dikembangkan,
merancang dan menetapkan spesifikasi produk tersebut. Analisis data ketiga
adalah analisis terhadap pengujian internal rancangan.
b. Teknik
analisis data pada penelitian dan pengembangan level 2
Produk Tertentu
|
Studi Literatur
|
Pengujian Tahap I
|
Perbandingan Dg Satandar
|
Hasil Pengujian
|
Pengujian Tahap III
|
Pengujian Tahap II
|
Kesimpulan dan Saran
|
Analisis Data 1
|
Analisis Data 3
|
Analisis Data 2
|
Penelitian dan pengembangan level 2, adalah
penelitian yang tidak membuat rancangan produk melalui penelitian, tapi hanya
memvalidasi atau menguji efektifitas, efisiensi dan keprajtisan penggunaan
produk yang sudah ada. Analisis data pada penelitian level 2 dilakukan pada
saat penlitian untuk ‘Berdasarkan gambar diaats, terlihat bahwa untuk pengujian
produk, menganalisis hasil pengujian, dan membandingkan hasil pengujian dengan
standar. Pengujian produk dengan metode eksperimen bisa dengan pre experiment;
true experimental design dan quasi experiment design. Pengujian produk dilakukan
secara siklus berulang-ulang pada sampel yang semakin besar jumlahnya. Dalam
gambar dittmjukkan pengujian dilakukan selama 3 kali, sehingga analisis data
tahap pertama juga dilakukan selama tiga kali. Analisis data tahap kedua adalah
analisis menghitung rata-rata dari tiga kali pengujian. Data analisis tahap ke
3 adalah analisis data membandingkan antara hasil pengujian dengan standar atau
spesifikasi produk ynag telah ditetapkan.
c. Teknik
analisis data pada penelitian dan pengembangan level 3
Penelitian dan pengembangan pada level 3
adalah meneliti dan menguji produk dalam rangka mengembangkan produk yang telah
ada. Melalui pengembangan diharapkan produk yang telah ada menjadi semakin
efektif, efisien, praktis, menarik dan memuaskan.
Pada gambar berikut ditunjukan posisi
analisis data pada penelitian dan pengembangan yang bersifat pengembangan. Terdapat
6 kegiatan analisis data. Analisis data tahap 1, dilakukan untuk analisis
terhadapa data yang diperoleh dari penelitian terhadap produk yang ada, baik
dari aspek bentuk, pezformance maupun spesifikasi kerjanya. Analisis tahap 2
dilakukan terhadap hasil penelitian lapangan untuk mengetahui apakah produk
tersebut sesuai dengan kebutuhan lapangan atau tidak. Analisis data tahap 3
adalah menganalisis data hasil pengujian internal oleh ahli dan praktisi.Analisis
data tahap 4, adalah analisis terhadap uji lapangan terbatas. Analisis data tahap
5 adalah analisis data hasil pengujian lapangan utama dan analisis data tahap 6
adalah analisis data yang diperoleh dari hasil dari uji lapangan operasional.
Penelitian thd produk yg telah ada
|
Studi Literaratur
|
Penelitian Lapangan
|
Perencanaan Pengembangan Produk
|
Pengujian Internal Lapangan
|
Revisi Desain
|
Revisi Produk 3
|
Uji coba lapangan internal
|
Revisi Produk 3
|
Uji coba lapangan Utama
|
Revisi Produk 1
|
Uji coba terbatas
|
Pembuatan Porduk
|
Diseminasi dan Implementasi
|
Analisis data I
|
Analisis data 2
|
Analisis data 3
|
Analisis data 5
|
Analisis data 6
|
Analisis data 4
|
d. Teknik
analisis data pada penelitian dan pengembangan level 4
Penelitian dan
pengembangan pada level 4 bersifat penciptaan produk baru, minimal ada 6
kegiatan analisis data.
Pada gambar diatas
ditunjukan posisi analisis data pada penelitian dan pengembangan yang bersifat
menciptakan produk baru. Analisis data tahap 1, adalah analisis data yang
didasarkan pada penelitian untuk menemukan masalah dan potensi. Analisis tahap
2 adalah analisis data yang didasarkan pada hasil penelitian untuk mennetukan
produk apa yang perlu dikembangkan. Analisis data tahap 3 adalah menganalisis
data hasil pengujian internal oleh ahli dan praktisi. Analisis data tahap 4,
adalah analisis terhadap uji lapangan terbatas. Analisis data tahap 5 adalah
analisis data hasil pengujian lapangan utama dan analisis data tahap 6 adalah
analisis data yang diperoleh dari hasil dari uji lapangan operasional.
Potensi dan Masalah
|
Studi Literaratur
|
Pengumpulan Informasi
|
Rancangan Produk
|
Validasi Desain
|
Revisi Desain
|
Revisi Produk 3
|
Uji coba lapangan internal
|
Revisi Produk 3
|
Uji coba lapangan Utama
|
Revisi Produk 1
|
Uji coba terbatas
|
Pembuatan Porduk
|
Diseminasi dan Implementasi
|
Analisis data I
|
Analisis data 2
|
Analisis data 3
|
Analisis data 5
|
Analisis data 6
|
Analisis data 4
|
2. Analisis
Data Kuantitatif
Dalam penelitian dan pengembangan, analisis
data kuantitatif merupakan kegiatan setelah data dari seluruh objek atau
responden atau data sumber lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah
mengelompokan data berdasarkan variable dan jenis koresponden, menatabulasi
data berdasarkan variable dari seluruh koresponden, menyajikan data variable
yang diteliti, melakukan perhitungan untuk mejwab rumusan masalah, dan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diaujukan, untuk
penelitian yang tidak merumuskan hipotesis, langkah terakhir tidak dilakukan.
Teknik analasis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan dua macam jenis statistic, yaitu statistic deksriptif dan diferensial. Setatitik diferensial meliputi statisyik parametris dan non parametris.
a. Statistik
Deskriptif dan Inferensial.
Statistik deskriptif adalah statistic yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tampa ada maksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Statistic inferensial atau disebut juga
statistik induktif atau statistic probalitas, yang berarti teknik statistic
yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk
populasi. Statistic ini disebut statistic probalitas karena kesimpulan yang
diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat
peluang (probality)
b. Statistik
Parametris dan Nonparametris.
Pada statistic inferensial terdapat statistic
parametris dan nonparametris. Statistic parametris digunakan untuk menguji
parameter populasi melalui statistic atau menguji ukuran populasi melalui data
sampel. Parameter populasi meliputi: rata – rata notasi µ (mu), simpangan baku
σ (sigma), dan varians σ². Sedangkan statistiknya adalah meliputi rata – rata
(X garis), simpangan baku s, dan varian s2.
Pengujian parameter melalui statistic (data sampel) dinamakan uji hipotesis.
Oleh karena itu penelitian yang berhipotesis statistic adalah penelitian yang menggunakan sampel.
Sampel statistic hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol.
Penggunaan statistic parametris dan
nonparametris tergantung pada asumsi dan jenis data yang akan dianalisis.
Statistic parametris memerlukan terpenuhi banyak asumsi dan data kelomok harus homogen.
Statistic parametris kebanyakan digunakan untuk menganalisis data interval dan
rasio. Statistic nonparametris tidak menuntut terpenuhinya banyak asumsi dan
data tidak harus berdistribusi normal. Statistic non parametris kebanyakan
digunakan untuk menganalisis data nominal dan ordinal.
c. Pertimbangan
Memilih Statistik untuk Uji Hipothesis.
Pemilihan teknik analisis untuk pengujian
hipotesis didasarkan pada macam – macam data dan bentuk hipotesis.
MACAM DATA
|
BENTUK HIPOTESIS
|
||||||
Deskriptif (satu variabel atau satu sampel)**
|
Komparatif
(Dua Sampel)
|
Komparatif
(Lebih dari Dua Sampel)
|
Assosiatif (Hubungan)
|
Struktur Hubungan Antar Variabel
|
|||
Related
|
Independen
|
Related
|
Independen
|
||||
Nominal
|
Binominal
|
Mc Nemar
|
Fisher Exact Probality
|
Cochran Q
|
X2 untuk k sampel
|
Kontigenscy Coefficient C
|
|
X2 satu sampel
|
X2 dua sampel
|
||||||
Ordinal
|
Run Test
|
Sign Test
|
Median Test
|
Friedman To-way Anova
|
Median Extension
|
Spearman rank correlation
|
|
Wilcoxom matched pairs
|
Mamn Whitney Utest
|
Kruskal Wallis One Way Anova
|
Kendall Tau
|
||||
Kolmogrov Smirnov
|
|||||||
Wald Woldfowitz
|
|||||||
Interval Rasion
|
t-test*
|
t-test of related
|
t-test* Independent
|
One-Way Anova*
|
One-Way Anova*
|
Korelasi Produk Moment*
|
Analisis Jalur
(Path Anlysis)
|
Korelasi Parsial*
|
|||||||
Two-Way Anova*
|
Two-Way Anova*
|
Korelasi Ganda*
|
Structure
Equation Model (SEM)
|
||||
Korelasi Sederhana & Ganda *
|
Hipotesis penelitian yang akan diuji dalam penelitian
berkaitan erat dengan rumusan maslaah yang diaujukan, karena hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah. Pada penelitian dan
pengembangan, pengujian hipotesis dilakukan pada saat pengujian eksternal. Bila
pengujian hipotesis dengan desain true
experiment design (sampel pengujian dipilih secara random), pengujian
hipotesis menggunakan statistic inferensial parametris, dengan menguji
signifikan rata – rata nilai kelompok eksperiment dan kontrol demham t-test related atau analisis varian.
Tapi bila pengujian menggunakan preexperimental
design dan quasy experimental design (sampel
tidak diambil secara random), maka tidak menggunakan statistic inferensial
parametris, cukup dengan statistic deskriptif.
Analisis
data dilakukan terutama untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis
yang telah diajukan. Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis penelitian dan hipotesis
statistik. Pengertian hipotesis penelitian seperti telah dikemukakan di
atas yaitu merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah. Sedangkan
hipotesis statistik adalah dugaan keadaan populasi dengan menggunakan data
sampel. Dengan demikian penelitian yang melakukan pengujian hipotesis statistik
adalah penelitian yang menggunakan data sampel. Bila peneliti merumuskan
hipotesis penelitian dan ingin mengujinya dengan menggunakan data populasi
(bukan sampel) maka peneliti tidak akan mengujl hipotesis statistik.
d. Statistik
Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik
yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang
diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis
dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum Pada statistik deskriptif ini,
akan dikemukakancara –cara penyajian data.
1) Penyajian
Data
Setiap peneliti harus dapat menyajikan
data yang telah diperoleh, baik yang diperoleh melalui observasi, wawancara,
kuesioner (angket) maupun dokumentasi. Prinsip dasar penyajian data adalah
komunikatifdan lengkap, dalam arti data yang disajikan dapat menarik
perhatianpihak lain untuk membacanya dan mudah memahami isinya.Penyajian data
yang komunikatif dapat dilakukan dengan penyajiandata dibuat berwarna, dan bila
data yang disajikan cukup banyak makaperlu bervariasi penyajiannya (tidak hanya
dengan tabel saja).
Penyajian data dengan piktogram, (yang
dapat menggambarkan realitas yang sebenarnya) merupakan penyajian data yang
paling komunikatif, tetapi sulit membuatnya dan mahal. Tetapi setelah
adaperalatan komputer, pembuatan piktogram dan berbagai modelpenyajian data
menjadi sangat mudah.
Beberapa cara penyajian data, sebagai
berikut,
a) Tabel
Biasa
Penyajian data hasil penelitian digunakan
dengan menggunakan dabel merupakan penyajian yang banyak digunakan, karena
lebih efiseisn dan cukup komunikatif. Terdapat dua macam table, yaitu table
biasa dan table frekuensi.
Setiap table berisi judul table, judul setiap
kolom, nilai data dalam setiap kolom, sumber data dimana data tersebut
diperoleh. Tabel – table tersebut bisa berbentuk table data nominal, data
ordinal, dan data interval.
b) Tabel
Distribusi Frekuensi
Tabel disribusi frekuensi disusun bila jumlah
data yang akan disajikan cukup banyak, sehingga kalau disajikan dalam table
biasa menjadi tidak efisien dan kurag komunikatif. Selain itu, table ini juga
dibuat untuk kesiapan pengujian terhadap normalitas data mengunakan kertas
peluang normal.
c) Grafik
Selain dengan table, penyajian data yang
cukup popular dan komunikatif adalah grafik. Pada umumnya terdapat dua macam
grafik yaitu, grafik garis (polygon) dan grafik batang (histogram). Grafik
batang ini dapat dikembangkan lagi menjadi grafik balok (tiga dimensi). Selain
grafik garis dan grafik batang, data juga bisa disajikan dengan diagram
lingkaran (pie chart). Diagram lingkaran digunakan untuk membandingkan data
dari berbagai kelompok. terakhir, dalam penyajian data berbentuk grafis adalah
dengan menggunakan bentuk pitokgram (grafik gambar). Penyajian data dengan cara
ini lebh sulit, karena harus mempunyai kemampuan imaginative untuk menggambar yangs
esuai dengan konteks data yang akan disajikan.
d) Pengukuran
Gejala Pusat (Centrak Tendency)
Setiap penelitian selalu berkenaan dengan
sekelompok data. Yang dimaksud kelompok disini adalah satu orang mempunyai
sekelompok data, atau sekelompok orang mempunyai satu macam data misalnya
sekelompok murid di kelas dengan satu nilai mata kuliah. Gabungan keduanya
misalnya sekelompok, mahasiswa di kelas dengan berbagai nilai mata kuliah.
Dalam penelitian, peneliti akan memperoleh
sekelompok data variabel tertentu dari sekelompok responden, atau objek yang
diteliti. Misalnya melakukan penelitian tentang kemampuan kerja pegawai dilembaga
X setelah diberi pelatihan dengan model baru, maka peneliti akan mendapatkan
data tentang kemampuan pegawai di lembaga X tersebut. Prinsip dasar
daripenjelasan terhadap kelompok yang diteliti adalah bahwa penjelasan yang diberikan
harus betul-betul mewakiliseluruh kelompok pegawai di lembaga X tersebut.
Beberapa teknik penjelasan kelompok yang
telah diobservasi dengan data kuantitatif, selain dapat dijelaskan dengan
menggunakan table dan gambar dapat juga dijelaskan menggunaka teknik statistic
yang disebut, Modus, Median, dan Mean.
Modus (mode) merupakan teknik penjelasan
kelompok yang didasarkan atas nilai yang sedang popular (yang sedang menjadi
mode) atau nilai yang sering muncul dalam kelompok tersebut.
Median adalah salah satu teknik penjelasan
kelompok yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah
disusun urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar, atau sebaliknya dari
yang terbesar sampai yang terkecil.
Me
Dimana : Me = Mean (rata- rata)
Σ = Epsilon (baca jumlah)
xi = Jumlah x ke i sampai ke n
n = Jumlah individu
e) Pengukuran
Variasi Kelompok
Untuk menjelaskan keadaan kelompok, dapat
juga didasarkan pada tingkat variasi data yang terjadi pada kelompok tersebut.
Untuk mengetahui tingkat variasi kelompok data dapat di dilakuakn dengan melihat
rentang data dan standar deviasi atau simpangan baku dari kelompok data yang
telah diketahui.
Ø Rentang
Data
Rentang data (range) dapat diketahui dengan jalan mengurangi data yang terbesar
dengan data terkecil yang ada pada kelompok itu. Rumusnya adalah:
R =
xt - xr
R = Rentang
xt = Data terbesar dalam kelompok
xr = Data terkecil dalam kelompok
Ø Varian
Salah satu teknik statistik yang digunakan
untuk menjelaskan homogenitas kelompok adalah dengan varians. Varians merupakan
jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual terhadap rata – rata kelompok.
Akar varians disebut standar deviasi atau simpangan baku.
Varians populasi diberi simbol σ² dan standar
deviasi adalah σ. Sedangkan varians untuk sampel diberi simbol s2dan
standar deviasi sampel diberi simbol s
e. Statistik
Untuk Pengujian Hipothesis
1) Statistik
dan Penelitian
Dalam statistik, hipotesis dapat diartikan
sebagai pernyataan statistic tentang parameter populasi. Statistik adalah ukuran
– ukuran yang dikenakan pada sampel (
=rata-rata,
s=simpangan baku, s2=varians, r=koefisien korelasi), dan parameter adalah
ukuran – ukuran yang dikenakan pada populasi (µ=rata-rata, σ=simpangan baku,
σ²=varians, ρ=koefisien korelasi)
Dengan kata lain, hipotesis adalah taksiran
terhadap parameter populasi, melalui data-data sampel. Penelitian yang
didasarkan pada data populasi, atau sampling total, atau sensus dengan tidak
melakuk pengujian hipotesis statistik dari sudut pandang statistik disebut
penelitian deskriptif.
Terdapat perbedan mendasar pengertian
hipotesis menusrut statistik dan penelitian. Dalam penelitian hipotesis
diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
Rumusan masalah tersebut bisa berupa pernyataan tentang hubungan dua variable
atau lebih, perbandingan (komparasi), atau variable mandiri (deskripsi). Disini
terdapat perbedaan lagi pengertian deskriptif dalam penelitian dan dalam
statistik.
Seperti telah dikemukakan deskrptif dalam
statistik adalah penelitian yang didasarkan pada populasi (tidak ada sampel),
sedangkan deskriptif dalam penelitian menunjukan tingkat ekplanasi yaitu
menanyakan tentang variable mandiri (tidak dihubungkan dan dibandingkan)
Contoh, seberapa tinggi disiplin pegawai negeri,
dan lain-lain. Dengan demikian, penelitian yang didasarkan pada populasipun
dapat dirumuskan hipotesis dan mengujinya. Pengujian bisa pakai statistic
deskriptif atau tampa statistic.
Dalam statistik dan penelitian terdapat dua
macam hipotesis, yaitu hipotesis nol dan alternatif, Pada statistik, hipotesis
nol diartikan sebagai tidak adanya perbedaan antara parameter dengan statistic,
atau tidak adanya perbedaan antara ukuran populasi dan ukuran sampel. Dengan
demikian hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol, karena memang peneliti
tidak mengharapkan adanya perbedaan data populasi dengan sampel.
Selanjutnya hipotesis alternative
adalah lawannya hipotesis nol, yang
berbunyi adanya perbedaan antara data populasi dengan data sampel. Secara
ringkas hipotesis dalam statistic merupakan pernyataan statistik rentang
parameter populasi sedangkan hipotesis dalam penelitian merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah pada suatu penelitian.
Dalam penelitian, hipotesis nol juga
menyatakan “tidak ada” tetapi bukan tidak adanya perbedaan antara populasi dan
data sampel, tetapi bisa berbentuk tidak adanya hubungan antara satu variable
atau lebih pada populasi/sampel yang berbeda, dan tidak adanya perbedaan antara
yang diharapkan dengan kenyataan pada satu variable atau lebih untuk populasi
atau sampel yang sama.
2) Tiga
bentuk rumusan hipotesis.
Menurut tingkat eksplanasi hipotesis yang
akan diuji, maka rumusan hipotesis dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu
hipotesis desktiptif, komparatif dan hubungan. Hipotheisis deskriptif adala
dugaan tentang nilai suatu variable mandiri, tidak membuat perbandingan atau
hubungan. Contoh jika sebuah rumusan masalah berbunyi “Seberapa baik gaya
kepemimpinan di lembaga X?” Maka dirumuskan hipotesis menjadi “Gaya
kepemimpinan di lembaga X telah mencapai 70% dari yang diharapkan”. Dalam
rumusan hipotesisi statistic, antara hipotesisi nol (Ho) dan hipotesisi
alternative (Ha) selalu berpasangan, bila salah satu ditolak, maka yang lain
diterima sehingga dapat dibuat keputusan yang tegas, yaitu kalau Ho ditolak
pasti Ha diterima.
Hipotesis komparatif adalah pernyataan yang
menunjukan dugaan nilai dalam satu variable atau lebih dari sampel yang
berbeda. Contoh, rumusan masalah komparatif “Apakah ada perbedaan produktivitas
kerja pegawai golongan I,II,III?” Rumusan hipotesisnya adalah “Tidak terdapat
perbedaan (ada persamaan) produktivitaskerja antara golongan I,II,III.
Sedangkan untuk rumusan hipotesis statistiknya adalah:
Ho:µ1
= µ2 = µ3
Ha
: µ1 ≠ µ2 = µ3(Salah satu berbeda sudah
merupakan Ha)
Dalam
hal ini harga µ (Mu) dapat diganti dengan rata – rata sampel, simpangan baku,
varians dan proposisi.
Hipotesisis hubungan (asosiative) adalah
suatu pernyataan yang menunjukan dugaan hubungan antara dua variable atau lebih.
Contoh rumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan efektifitas kerja?” Rumusan dan hipotesis nolnya adalah “Tidak ada
hubungan antara gaya kepemimpinan dan efektivitas kerja” Hpotesis statstiknya
adalah:
Ho
: ρ = 0
Ha
: ρ ≠ 0(ρ = symbol yang menunjukan kuatnya hubungan)
a) Taraf
Kesalahan dalam Pengujian Hipotesis
Pada dasarnya menguji hipotesisi itu adalah
menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Terdapat dua cara menaksir
yaiu point estime dan interval estimate. Point estime adalah sebauah taksiran
parameter populasi erdasarkan satu nilai sampel. Sedangkan interval estimate
(taksiran interval) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai
terval data sampel. Mentaksir parameter populasi yang menggunakan nilai tunggal
(point estimate) akan mempunya resiko kesalahan yang lebih tinggi dibandingakn
dengan menggunakan interval estimate. Untk kesalahan dalam taksiran dinyatakn
dalam bentuk peluang yang berbentuk persentase.Jadi semakin kecil taraf
kesalahan yang ditetapkan, maka interval estimatenya semakin lebar, sehingga
tingat ketelitian semakin rendah.
b) Dua
Kesalahan dalam Pengujian Hipotesis
Dalam menaksir parameter populasi berdasarkan
data sampel, kemungkinan akan terdapat dua kesalahan yaitu, kesalahan tipe I
adalah suatu kesalahn bila menolak hipotesis no (Ho) yang benar (seharusnya
diterima). Dalam hal ini tingkat kesalahn dinyatakan dengan α (alpha). Kemudian
kesalahan tingkat II yaitu kesalahan bila menerima hipotesis yang salah
(seharusnya ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan dengan β (betha)
Keputusan
|
Keadaan
Sebenarnya
|
|
Hipotesis Benar
|
Hipotesis Salah
|
|
Terima Hipotesis
|
Tidak membuat kesalahan
|
Kesalahan tipe II
|
Menolak Hipotesis
|
Kesalahan tipe I
|
Tidak membuat kesalahan
|
Dari
table diatas dapat dijelaskan
Ø Keputusan menerima hipotesis nol yang benar
berarti tidak membuat kesalahan
Ø Keputusan menerima hipotesis nol yang salah
berarti terjadi kesalahan tipe II
Ø Membuat keputusan menolak hipotesis nol yang benarberarti terjadi
kesalahan tipe I
Ø Keputusan menolak hipotesis nol yang salah berarti
tidak membuat kesalahan.
c) Pengujian
Hipotesis
Pengujian hipotesis yang menggunakan statistic
parametris, memerlukan beberapa asumsi yang harus dibuktikan. Salah satu
asumsinya bahwa data setiap variable yang akan dianalisis harus berdistribusim
normal.
Ø Pengujian
normalitas.
Penggunaan statistic parametris berkerja
dengan asumsi bahwa data setiap variable yang akan dianalisis berebtuk
distribusi normal. Bila data tidak normal, maka teknik statistik Parametris
tidak dapat di gunakan untuk alat analisis. Sebagai gantinya digunakan teknik
statistik lain yang tidak harus berasumsi bahwa data berdistribusi normal.
Teknik statistik itu adalah Statistik Nonparametris. Untuk itu sebelum peneliti
akan menggunakan teknik Statistik parametris sebagai analisisnya, maka peneliti
harus membuktikan terlebih dahulu, apakah data yang akan dianalisis itu berdistribusi
normal atau tidak.
Suatu data yang berbentuk distribusi normal
bila jumlah data diatas dan dibawah rata – rata adalah sama, demikan juga
simpangan bakunya.
Lnas kurva normal dapat terbagi berdasarkan
jumlah satadar deviasi (SD) dari data kelompok yang rnembentuk distribusi
normal itu. Luas antara rata-rata (mean) terhadap satu standard deviasi (1SD) ke
kiri dan ke kanan masing-masing 34,13%, luas antara standar deviasi ke satu (1
SD) ke dua (2 SD) masing-masing adalah 13,59%, dan luas standard deviasi ke dua
(2 SD) sampai standar deviasi tiga (3 SD) masing-masing adalah 2,27%. Jumlah
standard deviasi dari suatu kelornpok tidak terhingga, oleh karena itu secara
teoritis kurva normal tidak akan pernah menyentuh garis dasar, sehingga luasnya
pun tidak sampai 100% tetapi hanya mendeati 100% (99,999%)
Dimana
z = Simpangan baku untuk kurva
normal satandar
x1 =
Data ke i dari satu kelompok data
x = Rata – rata kelompok
s = Simpangan baku
pengujian normalitas data dengan menggunakan
Chi Kuadrat (x2) dilakukan dengan cara membandingkan kurva normal
yang terbentuk dari data yang telah terkumpul (B) dengan kurva normal
baku/standar (A). Jadi membandingkan antara (B:A). Bila B tidak berbeda
signifikan dengan A, maka B merupakan data yang berdistribusi normal
Ø Pengujian
hipotesis deskriptif
Seperti telah diketahui bahwa statistic parametris
digunakan untuk menguji hipotesis bila data diambil dari sampel random yang
berbentuk interval atau ratio.
Pengujlan hipotesis deskriptifpada dasarnya merupakan
proses pengujian generalisasi hasil penelitian yang didasarkan pada satu Sampel.
Kesimpulan yang dihasilkan nanti adalah apakah hipotesis yang diuji itu dapat
digeneralisasikan atau tidak. Bila Ho diterima berarti dapat digeneralisasikan.
Dalam pengujian ini variable penelitiannya bersifat mandiri, oleh karena itu hipotesis
penelitian tidak berbentuk perbandingan ataupun hubungan antar dua variable atau
lebih.
Statistik parametris yang dapat digunakan
untuk menguji hipotesis deskriptif bila datanya interval atau rasio adalah
t-test 1 sampel. Sebenarnya terdapat dua rumus yang dapat digunakan untuk pengujian
yaitu rumus t dan z. Rumus z digunakan bila simpangan baku opnlasi diketahui,
dan rumus t bila sirnpangan baku populasi tidak diketahui. Simpangan baku
sampel dapat dihitung berdasarkan data yang telah terkumpul. Karena pada
dasarnya simpangan baku setiap populasi ini jarang diketahui,maka rumus z jarang
digunakan.Yang sering digunakan adalah t-test.
Terdapat dua macam pengujian hipotesis
deskriptif, yaitu dengan uji dua pihak (two tail test) dan uji satu pihak (one
tail test). Uji satu pihak ada dua macam yaitu uji pihak kanan dan uji pihak
kiri. Jenis uji mana yang akan digunakan tergantung pada bunyi kalimat hipotesis.
t =
Dimana
T : Nilai t yang dihitung, selanjunta disebut
dengan t hitung
µo : Nilai yang dihipotesiskan
s : Simpangan baku
n : Jumlah anggota sampel.
Uji Dua Pihak (Two Tail Test)
Uji dua
pihak digunakan bila hipotesisi
nol (Ho) berbunyi “sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi “tidak
sama dengan” (Ho =;Ha≠)
contoh
rumusan hiotesis:
Hipotesis
nol :daya tahan berdiri pelayan toko tiap hari = 8 jam
Hipotesis
alternatif : daya tahan berdiri pelayan toko tiap hari ≠ 8 jam.
Bila
ditulis dengan lebih ringkas:
Ho
: µ = 8 jam
Ha : µ ≠ 8 jam
Dalam pengujian hipotesis yang
menggunakan uji dua pihak ini berlaku ketentuan, bahwa bila harga t hitungberada
pada daerah penerimaan Ho atau terletak di antara harga tabel, maka Ho diterima
dan Ha ditolah. Dengan demikian bila harga t hitung lebih kecil atau sama
dengan (≤) dari harga tabel maka Ho diterima. Harga t hitung adalah harga
mutlak, jadi tidak dilihat (+) atau (-) nya.
Ujisatupihak(one
tail test)
Ujipihak
kiri
Ujipihakkiridigunakanapabila:Hoberbunyilebihbesaratausamadengan(≥) dan
Haberbunyilebihkecil(<). Katalebihbesaratau samadengansinonimdengankata palingsedikitataupaling kecil.
Contohrumusanhipotesis:
Ho = Daya
tahanlampumerekA palingkecil500jam.
Ha = Daya
tahanlampumerekA lebihkecildari
500jam.
Bila
ditulis ringkasmenjadi:
Ho: ≥5jam/hari.
Ha :
<5 span="" style="letter-spacing: -.1pt;">j5>am/hari.
Uji PIhak Kanan
Ujipihakkanandigunakanapabila:Hoberbunyilebihkecilatausamadengan(≤)
dan Ha berbunyi
lebih besar(>). Katalebih kecil
atau sama dengan sinonimdengan katapalingbesar/banyak.
Contohrumusanhipotesis:
Ho =Penghasilanpedagangasonganpalingbesar Rp.50.000/hari.
Ha
=PenghasilanpedagangasonganlebihbesardariRp.50.000/hari.
Bila
ditulis ringkasmenjadi:
Ho:
≤Rp.50.000/hari.
Ø Pengujian Hipotesis Komparatif
Berbagai bentuk komparasi sampel.
Dua
Sampel
|
Lebih
dari dua samepl
|
||
Berpasangan
|
Independen
|
Berpasangan
|
Independen
|
Dalam pengujian hipotesis komparatid dua sampel atau
lebih, terdapat berbagai teknik statistic yang dapat digunakan, tergantung
kepada bentuk komparasi dan macam data. Untuk data interval dan ratio gunakan
statistic parametris dan untuk data nominal atau diskrit gunakan statistic
nonparametris
Pengujian
Hipotesisi t-tes
Rumus untuk t-test sampel berpasangan/berkorelasi
Rumus t-test untuk sampel tidak berkorelasi dan
varian tidak homogeny
Rumus
t-test untuk sampel tidak berkorelasi dan varian homogeny
Pengujian Hipotesis dengan Analisis Varians
Analisis varians juga dapat digunakan pada
pengujian eksternal produk, baik uji lapangan terbatas (preliminary field tes
testing), ujian lapangan utama (main field testing), maupun uji lapangan
operasional (operational field tesling). Bila pengujian produk dilakukan pada
kelompok yang jumlahnya lebih dari dua (k sampel) dan datanya interval atau
ratio, maka untuk pengujian hipotesisnya akan menggunakan analisa varians satu
jalan (one way anova). Bila setiap kelompok sampel dikategorikan (misal pria
wanita) maka pengujian hipotesisnya menggunakan analisis varians dua jalan (two
way anova)
Penelitian untuk variabel yang sama, sering
dilakukan pada sampel yang jumlahnya lebih dari dua (k sampel), misalnya 3,4
atau 10 kelompok sampel. Selanjutnya berdasarkan sampel yang diambail secara
random tersebut, akan dianalisis apakah rata-rata (mean) antara kelompok sampel
satu dan kelompok sampel yang lain berbeda secara signifikan atau tidak.
Signifikan artinya perbedaan atau persamaan rata-rata dari sampel-sampel
tersebut diambil.
Analisis varians digunakan untuk menguji
hipotesis komparatf rata-rata k sampel bila datanya berbentuk interval atau
ratio. Satu sampel dalam k kejadian/pengukuran berarti sampel tersebut
berpasangan, model before-after. Satu sampel diberi perlakukan sampai 5 kali,
ini berarti sudah 5 sampel berpasangan. Sedangkan k sampel dalam satu kejadian
berarti sampel independen.
Dalam statistik parametris terdapat beberapa
jenis analisis varians
(1) Analisis varians kalisifikasi tunggal (single
Classification)
(2) Analisis varians klasifikasi ganda (Multiple
Classification)
Analisis varians klasifikasi tunggal, yang
sering juga disebut anova satu jalan digunakan untuk menguji hipotesis
komparatif rata – rata k sampel, bila pada setiap sampel hanya terdiri atas
satu kategori, sedangkan anova klasifikasi ganda/ dua jalan digunakan untuk menguji
hipotesis komparatif rata-rata k sampel bila pada setiap sampel terdiri atas
dua atau lebih kategori.
Analisis Varians Klasifikasi Tunggal (One Way classifikation)
Analisis Varians merupakan teknik statistik
parametris inferensial, yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif
rata-rata k sampel secara serempak. Oleh karena itu, dalam penelitian akan
terdapat 3, 4 atau lebih kelompok sampel yang selanjutnya digunakan sebagai dasar
perhitungan untuk pengujian hipotesis. Setiap sampel akan mempunyai Mean
(rata-rata) dan Varians (simpangan baku kuadrat). Perhatikan Gambar 7.26
berikut (n = jumlah sampel, M = mean/ rata-rata, S2 = Varians).
Selanjutnya
bila empat kelompok sampel tersebut akan diuji perbedaanya secara signifikan,
maka perlu digabungkan, Setelah empat kelompok sampel digabungkan, maka akan
terdapat dua mean, yaitu mean dalam kelompok, dan mean total. Mean dalam
kelompok adalah mean tiap-tiap kelompok sampel (M, M2 , M3 , Mr.) dan mean total (Mm) adalah
mean yang merupakan gabungan dari mean tiap-tiap kelompok.
Dalam hal ini misalnya adalah
1.
Deviasi
antar Kelompok (Between), yaitu j arak antara Mean setiap kelompok dengan Mean
Total. Dalam hal ini misalnya adalah (X-Mtot )
2.
Deviasi
dalam Kelompok (Within), yaitu Jarak nilai seluruh individu dalam satu kelompok
dengan mean kelompok itu. Dalam hal ini misalnya adalah ( M4-Mtot).
Standard
Deviasi (Simpangan Baku), bahwa deviasi merupakan jarak suatu nilai dalam
kelompok terhadap mean/ rata-rata (Xi
-M). Bila dikuadratkan akan menjadi (Xi –M4. Jumlah
kuadrat ini selanjutnya disingkat JK dan merupakan Varians dari kelompok
tersebut.
Karena
dalam pengujian hipotesis melibatkan lebih dari dua kelompok sampel, maka akan
terdapat beberapa macam JK, yaitu:
1.
Jumlah Kuadrat Total (JKtot)
merupakan penjumlahan kuadrat deviasi nilai individual dengan Mtot. JKtot
= (Xli _Mtot)2 +(X2i _Mtot
)2 +…+(Xni _Mtot )2 M tot = n1,M1,
+n2M2 +...+nmmm
n =
jumlah individu pada setiap sampel. Misalnya sampel pertama 10 orang, sampel
kedua 15 orang dsb.Berdasarkan persamaan JKM dan Mtot di
atas, maka setelah dihitung secara matematis ditemukan rumus JKtot
sebagai berikut.
JKtot = ∑xtot2
- (∑Xtot)
N
N =
jumlah seluruh anggota sampel
2.
Jumlah
Kuadrat Antar (jKM) merupakan jumlah selisih kuadrat mean Total (Mm)
dengan ,Mean Setiap Kelompok (Mi), dikalikau dengan jumlah sampel setiap
kelompok. Dengan memperhatikan n setiap kelompok, maka Jliam dapat disusun ke
dalam persamaan sebagai berikut: JKtot = n1 (M1
_ Mtot)2 + n2 (M1 _ M2 )2
+… + nm (Xm __ Mtot )2
Untuk
dapat menghitung harga F hitung, maka beberapa sumber Variansi harus dihitung
mean kelompoknya, yang meliputi Mean Amar Kelompok dan Mean Dalam kelompok
Untuk Antar Kelompok
Untuk Dalam Kelompok MKant = JKant (M - 1)
Untuk
dalam kelompok MKdal = JK ant
: (N-m)F hitung = MKant : MKdal
Jadi
untuk pengujian hipotesis dengan anova klasifikasi tunggal diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung Jumlah Kuadrat Total ( J Km) dengan
rumus: JK tot =∑Xtot 2 =(∑Xtot)2
N
2.
Menghitung
Jumlah Kuadrat Antar Kelompok (JKant) dengan rumus:
3.
Menghitung
Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok (JK dal) dengan rumus:
4.
Menghitung
Mean Kuadrat Antar Kelompok (MKW) dengan rumus:
5.
Menghitung
Mean Kuadrat Dalam Kelompok (MKM, ), deugan rumus:
6.
Menghitung
F hitung ( Fm ) dengan rumus: F = M-12% , misalnya ditemukan harganya 5.
7.
Membandingkan
harga F hitung dengan F tabel (Tabel F Lampiran) dengan dk pembilang (m - 1)
dan dk penyebut (N -1). Harga F hasil perhitungan tersebut selanjutnya disebut
F Hitung (Fh), yang berdistribusi F dengan dk pembilang (m ~ 1) dan dk penyebut
(N - 1) tertentu. Ketentuan pengujian hipotesis: Bila harga F hitung lebih
kecil atau sama dengan harga F tabel ( Fh SF() maka Ho diterima, dan Ha ditolak
sébaliknya bila Fh >F t, ma/ca Ha diterima, dan F10 ditolak.
8.
Membuat
kesimpulan pengujian hipotesis: Ho diterima atau Ho ditolak
Variasi Dalam Kelompok, Variasi Antar Kelompok, dan
Variasi Total
Bilamana penulis hanya meghadapi satu
kelompok, variasi yang penulis peroleh adalah variasi dalam kelompok. Akan
tetapi bilamana penulis mempunyai lebih dari satu kelompok, maka kecuali
variasi dalam kelompok penulis juga mempunyai variasi antar kelompok. Hal ini
dapat diterangkan dengan grafik Gambar.2 di atas.
Jika misalnya penulis menghadapi empat
kelompok atau empat sampel, maka akan diperoleh empat mean, yaitu M1 (mean
dari kelompok 1), M2, M3, dan M4. Bilamana
dari keempat mean itu dicari meannya (mean dari mean-mean), maka penulis akan
mempunyai satu mean induk yang mewakili semua mean-mean itu.Mean induk ini
biasa disebut Mean Total, atau disingkat Mtot. Jadi, dalam
penyelidikan yang melibatkan lebih dari satu kelompok akan terdapat dua macam
mean, yaitu mean dari tiap-tiap kelompok yang disebut mean-kelompok,
atau Mk, dan mean total.
Jika diambil suatu nilai X dalam sampel IV,
maka akan ada dua macam deviasi, yaitu deviasi dari mean dalam kelompok itu
sendiri (i.c. adalah X - M4), dan deviasi dari mean total (i.c.
adalah X - Mtot). Deviasi yang terakhir ini terdiri dari deviasi (X
- M4) ditambah dengan deviasi (M4 - Mtot).
Deviasi (X - M4) itu disebutdeviasi dalam kelompok, sebab
deviasi ini terjadi pada suatu nilai X dalam kelompok sampelnya sendiri.
Deviasi (M4 - Mtot) adalah deviasi antar
kelompok, karena deviasi itu terjadi dari mean suatu kelompok terhadap mean
total yang terbentuk oleh mean sejumlah kelompok. Selain itu masih ada satu
deviasi lagi, yaitu deviasi (X - Mtot) yang disebut deviasi
total, karena deviasi itu terdapat pada sesuatu nilai X terhadap mean
total.
Dari
pengertian ini penulis dapat memahami karena variasi tersusun oleh
deviasi-deviasi, maka kita akan mempunyai macam-macam variasi. Variasi dalam
kelompok atau disingkat variasi dalam adalah variasi yang
terjadi dalam kelompokmasing-masing. Variasi yang terbentuk dari Mk -
Mtot disebut variasi antar kelompok atau disingkat variasi
antar. Sedangkan variasi total ialah variasi yang tersusun
dari variasi dalam dan variasi antar.
Jumlah Kuadrat dalam Kelompok, Jumlah Kuadrat Antar
Kelompok, dan Jumlah Kuadrat Total.
Istilah jumlah kuadrat adalah singkatan dari
istilah jumlah deviasi kuadrat. Dengan mempelajari bahwa deviasi adalah
bilangan yang menunjukkan penyimpangan sesuatu nilai X dari mean dan diberi
simbol X, yang diperoleh dari X - M. Jadi, jumlah kuadrat dapat dari
simbul Σ x2, disingkat JK.
Karena dalam pengujian hipotesis melibatkan
lebih dari dua kelompok sampel, maka akan terdapat beberapa macam JK, yaitu:
(1) JK dalam kelompok, disingkat JK
dalam, ditulis JKdal.
(2) JK antar kelompok, disingkat JK
antar, ditulis JKant.
(3) JK total, ditulis JKtot.
3.
Analisis
Data Kualitatif
Dalam penelitian dan pengembangan ada
kegiatan analisis datakualitatit; bila metode pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan metode kualitatit; seperti wawancara mendalarn, pengamatan dan
studi dokumentasi. Penelitian untuk menemukan potensi dan masalah yang
menggunakan metode kualitatit; maka analisis datanyaakan mengglnakan analisis
kualitatif Pengmjian internal terhadap rancangan produk, dan pengujian lapangan
awal, pengujian lapangan utama, dan pengujian lapangan operasional, dapat
menggunakan metode kombinasi kuantitatif dan kualitatif.
Dalam
penelitian kualitatit; data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (trianggulasi), dan dilakukan
secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus
tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali. Data yang diperoleh pada
umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif),
sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas. Oleh
karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis. Seperti
dinyatakan oleh Miles and Huberman (1984), bahwa “ The most serious and central
difficulty in the use of qualitative data is that methods of analisis are not
wellf0rmulated”. Yang paling serius dan sulit dalam analisis data kualitatif
adalah karena metode analisis belum dirumuskan dengan baik. Selanjutnya Susan
Stainback rnenyatakan:“There are no guidelines in qualitative researehfor
determining how much data and data analysis are necessary to support and
assertion,conclusion, or tlzeor)/”. Belum ada panduan dalam penelitian
kualitatif untuk menentukan berapa banyak data dan analisis yang diperlukan
untuk mendukung kesimpulan atau teori.
Analisis
data kualitatif adalah hcrsifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data
yang diperulch, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan
hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, sclanjutnya dicarikan data
lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah
hipotcsis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila
berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dcngan teknik
trianggulasi, ternyata hipotesis ditcrima, maka hipotesis tersebut berkembang
menj adi teori.
a.
Proses
Analisis Data Kualitatif
Dalam hal analisis data
kualitatif Creswell (2013) menyatakan "T he
qualitative
process Qfhlllllld analysis is an inductive one, in which the data is
examined/ronz a "boliorn-up" approach The specific data is examined
to idenrifif more general themes that will be used to understand the meaning of
the data. Proses analisis data kualitatif bersifat induktif, unalisis data
bersifat "bottom-up “(dari bawah ke atas). Data spcsitik yang telah
diidentifikasi dikembangkan menjadi tema umum schingga bermakna dan mudah
dipahami. Analisis data kualitatif belum mempunyai standar yang jelas.
Menurut Miles dan Huberman, analisis
data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung, dan getelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu_ Pada
saat wawancara, peneliti sudah melakukan anaiisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akau melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.
Miles an
Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalamanalisis data
kualitatif dilakukan secara iuteraktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawi n g/ verification .
Langkah-langkah dan analisis
1) Data
Reduction (Reduksi Data)
Data
yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itumaka perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan,semakin lama
peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakinbanyak, kompleks, dan rumit.
Untuk itu perlu segera dilakukananalisis data rnelalui reduksi data. Mereduksi
data berarti merangkum,memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yangpenting, dicari tema, dan polanya. Dengan demikian data yang telahdireduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, danmempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan dataSelanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi
data dapatdibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, denganmemberikan
kode pada aspek-aspek tertentu.
2) Data
Display (Penyajian Data)
Setelah
data direduksi, maka langkah selanjutnya adalahmendisplaykan data. Kalau dalam
penelitian kuantitatif penyajian dataini dapat dilakukan dalam bentuk tabel,
grafik, phie chart, pictograzndan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut,
maka dataterorganisasikan, tcrsusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin
mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukandalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,flowchart dan sejenisnya.
Dalam hal ini Miles and Huberinan (1984)menyatakan “the most _frequent _form of
display data for qualitativeresearch data in the past has been narrative tex”.
Yang paling searingdigunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalahdengan teks yang bersifat naratif.Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untukmemahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnyaberdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya
disarankan, dalam melakukan display data, selaindengan teks yang naratif, juga
dapat berupa, grafik, matriks, network(jejaring keija) dan chart. Untuk
mengecek apakah peneliti telahrnernahami apa yang didisplaykan, maka perlu
dijawab pertanyaanberikut. Apakah anda tahu, apa isi yang didisplaykan?
Dalam
mendisplaykan data, huruf besar, humfkegil dan angka disusun ke dalam urutan
sehingga strukturnya dapatdipahami. Selanjutnya setelah dilakukan analisis
secara mendalam,ternyata ada hubungan yang interaktif antara ti ga kelompok
tersebutDalam praktiknya tidak semudah ilustrasi yang diberikan,karena fenomena
sosial bersifat kompleks, dan dinamis, sehingga apayang ditemukan pada saat
memasuki lapangan dan setelahberlangsung agak lama di lapangan akan mengalami
perkembangandata.
3) Conclusion
Drawing/ Verification
Langkah ketiga dalam analisis data
kualitatif menurut Miles andHuberman adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulanawal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
bc-:rubahbila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung padatahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yangdikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang validdan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data,maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yangkredibel. Kesirnpulan dapat diwujudkan dalam tema.
Analisis data merupakan
proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.
Dalam rangka analisis dan interpretasi data, perlu
dipahami tentang keberadaan data itu sendiri. Secara garis besar, keberadaan
data dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu : data bermuatan kualitatif
dan data bermuatan kuantitatif
Teknik analisis data ada dua, yaitu teknik analisis data
kuantitatif dan teknik analisis data kualitatif yaitu teknik analisis data
kuantitatif dengan menggunakan statistik, meliputi statistik
deskriptif dan inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris
dan non parametris. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dari sebelum
penelitian, selama penelitian, dan sesudah penelitian yang meliputi analisis
sebelum di lapangan.
D. DAFTAR
RUJUKAN
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan. Bandung: Alfabeta.
Langganan:
Postingan (Atom)